Komoditas kedelai di Indonesia adalah salah satu komoditi pangan yang sangat penting dan negara kedua terbesar yang mengonsumsi kedelai setelah China. Kedelai banyak diserap oleh pengrajin tahu tempe dijadikan bahan baku pembuatan tahu dan tempe, namun akhir-akhir ini pengrajin tempe dan tahu sempat mogok tidak berproduksi dikarenakan bahan baku kedelai dipasaaran harganya melesat naik. Kenaikan Kedelai ini disebabkan dampak dari imbas tingginya harga kedelai dipasar global.
Dengan kenaikan harga dari kedelai maka pengrajin tahu dan tempe menyiasati ukuran dari harga agar bisa berproduksi. Sebenarnya kenaikan harga kedelai ini bukan pertama kalinya, ini sudah terjadi sejak lama namun pemerintah belum bisa menyiasatinya sampai saat ini.
Tempe dan tahu adalah ciri khas makanan indonesia namun anehnya kita masih impor untuk bahan bakunya dari negara lain dan masih tergantung sepenuhnya dari impor. Dan tidak bisa dipungkiri kedelai impor lebih banyak dipilih oleh pengrajin tahu dan tempe dibandingkan kedelai lokal, mereka beralasan kalau kedelai impor kualitas bijinya lebih besar dan produksi yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan dengan yang lokal karena kualitas kedelai lokal bijinya kecil dan untuk permentasinya memerlukan waktu lama, dari hasil produksi lebih sedikit dibanding kedelai impor.
Memang benar kedelai impor kualitas bijinya lebih kecil dan kandungan airnya lebih banyak, hal ini dikarenakan tanaman kedelai berasal dari negara subtropis, tanaman ini membutuhkan panjang hari selama 14-16 jam, sedangkan di Indonesia memilki dua musim dan lama penyinaran untuk tanaman kedelia kurang dari yang dibutuhkan tanaman karena di Indonesia iklim tropis yang memiliki panjang hari 12 jam. Hal ini lah yang mempengaruhi hasil produksi kedelai lokal, yaitu dari iklim.
Kenapa Indonesia tergantung sepenuhnya pada impor kedelai? alasannya kebutuhan akan komoditi kedelai tidak bisa memenuhi kebutuhan pasar, dengan seiringnya bertambahnya populasi manusia maka semakin besar komoditi kedelai yang diperlukan. Kurangnya produksi kedelai di Indonesia bukan dari faktor iklim saja namum banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi ketersedan kedelai.
Seperti semakin sempitnya lahan untuk membudidayakan kedelai karena pergeseran alih fungsi lahan pertanian akibat bertambahnya populasi manusia, harga yang tidak pasti, sehingga petani enggan membudidayakannya, pengrajin lebih banyak mencari kedelai impor, kurangnya pengetahuan petani akan pola tanam kedelai, kurangnya teknologi dan adopsi yang diterima petani, banyaknya mafia kedelai, biaya produksi yang mahal, maka hal ini sebenarnya yang perlu diperbaiki.
Hal ini sama seperti yang disampaikan oleh Prima Gandhi, peneliti dari Institut Pertanian Bogor, menurutnya produktivitas petani kedelai lokal rendah karena berbagai macam faktor yang membuatnya cukup rumit untuk dibenahi.
Luas lahan tanam kedelai terus berkurang akibat alih fungsi lahan. Menurut data terbaru tahun 2018, hanya ada sekitar 680.000 hektare yang menanam kedelai, sedangkan yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan dalam negeri dibutuhkan setidaknya 2,5 juta hektare.
Selain itu petani pun menghadapi harga kedelai lokal yang mereka anggap rendah saat panen, ini karena biaya untuk menanam kedelai yang tinggi pun membuat keuntungan petani semakin tipis. Pemerintah telah mematok harga jual kedelai Rp 8.500 per kilogram di tingkat petani, namun dengan biaya produksi Rp 6.500 per kilogram membuat keuntungan untuk petani cukup tipis. “Hal ini membuat para petani malas dan tidak mau menanam kedelai lokal. Para petani lebih memilih menanam palawija,” ujar Prima.
Sementara itu menurut Kepala Riset Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta, produktivitas kedelai lokal yang rendah juga dipengaruhi oleh iklim di Indonesia. Kedelai adalah tanaman yang sebenarnya merupakan tanaman sub-tropis. Tanaman ini mendapatkan suhu harian dan musiman yang lebih beragam dari daerah tropis, sehingga pertumbuhan di daerah tropis yang hanya memiliki dua musim seperti Indonesia menjadi tidak maksimal. Iklim adalah salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat produktivitas.
Usaha produksi kedelai di Indonesia juga harus menyesuaikan dengan pola dan rotasi tanam. Hal ini karena petani belum menilai kedelai sebagai tanaman utama. Kedelai masih diposisikan sebagai tanaman penyelang atau selingan setelah tanaman utama padi, jagung, tebu, tembakau, bawang merah atau tanaman lainnya. Selain itu, kedelai adalah jenis tanaman yang membutuhkan kelembapan tanah yang cukup dan suhu yang relatif tinggi untuk pertumbuhan yang optimal.
Sementara itu di Indonesia, curah hujan yang tinggi pada musim hujan sering berakibat tanah menjadi jenuh atau penuh air. Selain itu drainase atau pembuangan air yang buruk juga menyebabkan tanah juga menjadi kurang ideal untuk pertumbuhan kedelai. Permasalahan lahan yang terbatas juga perlu diperhatikan. Menurut Felippa, lahan yang cocok untuk ditanami kacang kedelai harus memiliki kadar keasaman yang netral dengan kedalaman minimal 20 sentimeter. Jenis lahan seperti ini tidak tersedia di semua wilayah Indonesia.
Sebenarnya untuk memenuhi kebutuhan kedelai dalam Negri, harus melibatkan semua pihak seperti pemerintah, petaninya sendiri, distribusi dari pihak swasta, benih , lahan dan teknologi yang diterapkan. Salah satunya dengan mengembangkan atau memaksimalkan lahan kering yang ada dengan pola tanam yang tepat. dibarengi dengan pendampingan, pelatihan dan subsidi permodalan oleh pemerintah.
Hal ini sama seperti yang dikatakan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL) mengungkapkan Kementan serta pihak terkait terus mendorong produktivitas dan perluasan lahan kedelai agar kebutuhan kedelai dapat terpenuhi secara mandiri. Syahrul berharap kerja sama dengan pemerintah daerah serta stakeholder terkait sangat penting, serta upaya peningkatan produksi terus bisa dilakukan sehingga ketergantungan impor dapat diatasi.
Untuk meningkatkan produktiftas kedelai bisa diupayakan dengan cara memanfaatkan dan memperluas area lahan kering untuk tanaman kedelai salah satunya dengan penerapan pola tanam tumpang sari Paket teknologi tumpangsari kedelai dengan jagung, “yakni jagung ditanam baris ganda (40 cm x 20 cm) x 200 cm satu tanaman/lubang dan kedelai diantara baris ganda jagung dengan jarak tanam 30 cm x15 cm dua tanaman/lubang (isi 5 baris kedelai), dosis pupuk sesuai kesuburan tanah dan populasi tanaman mampu memberikan keuntungan lebih tinggi dibandingkan pola tanam monokultur jagung. Hal ini karena hasil jagung pada pola tanam tumpangsari juga relatif sama dengan hasil jagung pola tanam monokultur. Tumpangsari kedelai varietas Dena 1 dengan jagung memiliki keunggulan ekonomis lebih tinggi dibandingkan tumpangsari jagung dengan varietas kedelai lainnya, dengan keuntungan Rp 19.146.500/ha; R/C rasio 2,51; B/C rasio 1,51; IKF 12.843; dan NKP 1,69. Untuk pengairan dilahan kering bisa menggunakan sumur air dangkal atau dengan membuat penampungan air hujan.
Sayarat tumbuh kedelai adalah harus memiliki “tanah yang subur, solum tanah dalam (lebih 40 cm), struktur tanah gembur, tekstur tanah lempung-berdebu (silty loam), dan kelembaban tanah cukup. Suhu dan panjang hari juga ikut menentukan keberhasilan usaha produksi kedelai, namun keragaman genetik kedelai cukup luas untuk penyesuaian dan adaptasi terhadap dua komponen agroklimat tersebut tanaman hari pendek, yaitu tanaman cepat berbunga apabila panjang hari 12 jam atau kurang, dan tanaman tidak mampu berbunga apabila panjang hari melebihi 16 jam. Dilihat dari syarat hidup kedelai, di indonesia masih bisa di budidayakan namun panjang harinya masih kurang untuk tenaman kedelai, sebenarnya untuk panjang hari bisa dimanipulasi.
Mengutip dari Pernyataan BPTP Daerah Maluku Utara, “Upaya peningkatan produksi padi, jagung, dan kedelai untuk menciptakan swasembada pangan terus dilakukan oleh pemerintah (Kementerian Pertanian) melalui program upaya khusus padi, jagung, dan kedelai (UPSUS PAJALE) sejak tahun 2015. Salah satu kegiatan yang ditempuh adalah tumpangsari tanaman padi – jagung – kedelai (TURIMAN PAJALE) dengan pilihan jenis tumpangsari: padi – jagung, padi – kedelai, dan jagung – kedelai.
Pengaturan dan rekayasa jarak tanam pada masing-masing jenis tumpangsari PAJALE di atas diharapkan peningkatan produksi, produktivitas dan efisiensi dapat tercapai. TURIMAN PAJALE diarahkan pada lahan kering maupun lahan sawah (irigasi dan tadah hujan) melalui optimalisasi lahan dengan peningkatan indeks pertanaman lahan tersebut. Peningkatan indeks pertanaman dapat menjadi solusi percepatan terwujudnya swasembada padi, jagung, dan kedelai nasional.
Sesungguhnya pengembangan kedelai di suatu wilayah tidak hanya ditentukan oleh kesesuaian faktor agroklimat dan lingkungan tumbuh, tetapi juga oleh keinginan masyarakatnya. perkembangan tanaman kedelai adalah: ketersediaan lahan yang sesuai ketersediaan air/iklim yang sesuai – insentif pasar – dan budaya bertani masyarakat.
Sesungguhnya petani akan tertarik untuk mengembangkannya dan menerapkan teknologi ini pabila adopsi teknologi ini menguntungkannya, dengan melihat dan merasakanya langsung dari penerapan pola tanam. Pola tanam tumpangsari kedelai ini sebenarnya sudah dilakukan malah dari pemerintah daerah sudah ada yang berhasil mengelola lahan kering menjadi lahan hijau yang ditanami kedelai, padi dan jagung yang didampingi oleh balai pengkajian teknologi pertanian maluku utara. Badan penelitian dan pengembangan pertanian kementerian pertanian 2018. Dan oleh BPTP lainnya yang ada di daerah.
Seandainya semua wilayah bisa mengembangkan produk kedelai seperti yang dilakukkan BPTP Daerah Maluku Utara, maka ketersediaan kedelai akan terpenuhi, bukan hanya komoditi kedelai saja yang akan terpenuhi namun komoditi jagung dan padi pun ikut terpenuhi. Namun permasalahannya bukan hanya dari pola tanam dan adopsi yang didapat oleh petani namum banyak hal dari kedelai ini. Salah satunya adalah harga kedelai yang tidak pasti dari pemerintah sehingga petani enggan membudidayakannya karena tidak menguntungkannya dan petani kurang peduli dengan kedelai kare meeka masih menganggap bahwa kedelai danggap tanaman sela.
Dilahat dari kedelai hanya dilihat sebagai tanaman sela bagi petani maka kedelai di Indonesi tidak akan terpenuhi selamanya dan akan terus mengandalkan impor. Juga tidak ada dorongan lebih intens dari pemerintah dan kurangnya penyuluhan tentang betapa pentingnya budidaya kedelai untuk memenuhi kebutuhan pangan serta menyadarkan bahwa kedelai bukan tanaman sela. Selain dari petaninya dan pemerintah ada juga mafia kedelai, mafia kedelai ini hanya memangfaatkannya untuk kepentingan pribadinya, ada istilah ”linkaran setan kedelai. Sebenarnya sudah sejak lama Indonesia membuat strategi agar terlepas dari impor kedelai, namun belum berhasil. Hal ini sebenarnya bisa diselesaikan jika semua pihak bisa bekerja sama dan tekad yang kuat agar bisa memenuhi komoditi kedelai.
Sumber : https://www.suarakomunal.com/2021/06/23/menekan-impor-kedelai-melalui-optimalisasi-lahan-kering/
0 Komentar